Kyo, saat ini berusia 5 tahun, sudah sangat bosan dan jenuh dengan kegiatan di rumah aja. Ketika tanpa sengaja ia melihat seekor kambing lewat depan rumahnya. “Bunda, kok ada kambing” tanyanya. “Iya nak, sebentar lagi kita akan merayakan Idul Adha” jawab Bunda. Lalu Bunda menjelaskan kepada Kyo bahwa sebagai umat Muslim kita akan merayakan Hari Besar yang kedua yaitu Idul Adha.
Idul Adha kali ini berbeda dari yang sudah lalu, biasanya Kyo bersama Ayah dan Bunda setelah menunaikan sholat sunah Idul Adha di Masjid akan bersama-sama menyaksikan proses pemotongan hewan kurban di dekat rumah. Namun, karena tahun ini Indonesia dan dunia sedang mengalami pandemik, maka kami harus bersabar untuk merayakan Idul Adha dirumah saja seperti ketika Idul Fitri kemarin.
Kami memulai perayaan Idul Adha dengan puasa sunah 2 hari, yang dikatakan Kyo sebagai puasanya baru sebentar tetapi sudah selesai. Mengingat pada bulan Ramadhan dia mengikuti buka puasa sampai 30 hari lamanya. Buka puasanya saja yang 30 hari, sahurnya masih banyak absennya.
Lalu pada hari yang telah ditunggu-tunggupun tiba, kami memutuskan untuk sholat Idul Adha dirumah saja mengingat masih memiliki orangtua dan anak kecil. Ayah bertindak sebagai Imam. Pada shalat Ied kali ini, ayah terlihat lebih santai, tidak terlalu tegang seperti waktu shalat Idul Fitri kemarin. Hal yang sedikit menggelikan terjadi ketika ayah memulai takbir tujuh kali, Kyo menghitungnya keras-keras. Hal ini mungkin terjadi karena pada saat kelas online agama bu guru mengatakan bahwa takbir pada shalat Ied berbeda hitungannya dengan shalat biasa, yaitu tujuh dan lima kali. Sehingga ketika shalat dimulai, dihitung keras-keras oleh Kyo.
Pada saat khutbah, ayah berkata bahwa kita harus dapat meniru keikhlasan nabi Ibrahim dan Ismail dalam menghadapi cobaan, dan percaya sepenuhnya kepada Allah SWT. Pada saat ini bunda berpikir bahwa sungguh Allah tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hambanya, dan terkadang yang menurut kita cobaan ternyata merupakan anugerah.
Dengan adanya pandemi ini memang kita merasa seperti dikeluarkan dari zona nyaman kita. Seperti halnya bunda yang biasa bekerja di ranah public jadi harus bekerja dari rumah. Bekerja dari rumah sebetulnya tetapi apabila disambi mendampingi anak sekolah dari rumah tentu saja harus pintar-pintar mengatur waktu dan strategi. Pastinya mengatur emosi juga penting. Kyo juga harus bisa menahan diri untuk tidak beraktivitas fisik dengan teman-teman sebayanya, pun tidak bisa bebas keluar rumah.
Namun ada juga hal-hal menyenangkan yang bisa dirasakan oleh kami sekeluarga, bonding diantara kami menjadi lebih erat. Pada tiga bulan pertama pandemi ayah bisa pulang cepat dan kami bisa shalat magrib berjamaah. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi jika bukan pandemi. Bunda jadi mengerti bagaimana cara mengajar guru-guru Kyo di sekolah, sehingga lebih mudah bila ingin mengulang pelajaran bersama Kyo. Sementara itu Kyo tentu lebih senang dapat lebih banyak waktu untuk bertemu dengan ayah bundanya setiap hari.
Memang benar bahwa keikhlasan itu membawa pengaruh besar dan membuat hidup kita menjadi lebih mudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar